Seni kerajinan logam merupakan salah satu ekspresi budaya masyarakat Bali yang telah ditekuni sejak zaman Bali kuna. Aktivitas rutinitas membuat kerajinan logam ini termuat dalam
prasasti Bulian yang tersimpan di Desa Banu Bwah, mencatat beberapa peralatan yang terbuat dari bahan logam seperti kris (keris), wadung (kapak), linggis (alat pencongkel), lukai (sabit), sasap (semacam tajak), dan zirah (Kurug). Bahkan dalam prasasti juga dimuat pande mas,
pande besi, dan pande tembaga. Keterampilan membuat kerajinan logam ini, adalah warisan leluhur yang pada saat ini masih ditekuni oleh perajin yang keberadaannya tersebar di daerah pedesaan atau kecamatan yang ada di Bali. Salah satunya adalah Kabupaten Klungkung terabadikan perajin-perajin yang memiliki keterampilan membuat kerajinan dari bahan logam.
Secara garis besar seni kerajinan logam di daerah Klungkung terdiri dari kerajinan pande besi, kerajinan kuningan serta kerajinan mas dan perak. Kerajinan pande besi lebih banyak memproduksi produk perlengkapan peralatan rumah tangga. Namun ada juga beberapa pande besi di daerah Kusamba kecamatan Dawan Klungkung yang khusus memproduksi keris.
Sementara untuk kerajinan kuningan, mas dan perak lebih banyak berkembang di daerah Kamasan, dan desa Budaga. Macam dan jenis produk yang dihasilkan beraneka ragam.
Khususnya di lingkungan Banjar Pande desa Kamasan, perajin lebih banyak memproduksi produk kerajinan perak berupa peralatan upacara keagamaan seperti, bokor, sangku, wanci, payung pagut, dan lain-lain.
Daerah-daerah yang merupakan sentra seni kerajinan logam dan industri-industri kecil lainnya, telah memberikan sumbangan esensial bagi pengayaan dan pelestarian identitas budaya bangsa. Seni kerajinan logam sebagai ungkapan kreativitas budaya masyarakat telah memberikan peluang bagi masyarakat di daerah Klungkung untuk bergerak, mencipta, memelihara, menularkan, dan mengembangkan keahliannya, dengan menciptakan bentuk-bentuk produk baru.
Produk-produk kerajinan yang diproduksi sebagian besar diperuntukkan untuk sarana upacara adat keagamaan. Berbagai jenis produk kerajinan yang terbuat dari logam putih/perak.
Sejalan dengan perkembangan seni kerajinan mas dan perak, di desa Kamasan juga berkembang kerajinan kuningan. Munculnya, diawali dengan perjalanan almarhum I Made Sekar dari Banjar Pande Kaler, yang memperkaya lingkup kreatifitasnya dalam mengerjakan kerajinan tatah kuningan dengan media ” Kelongsong Peluru”. Kelongsong Peluru adalah kelongsong atau tabung dari bahan kuningan, merupakan bekas kulit peluru yang tertinggal pada bagian
pangkalnya.
Gb. 25.26. Bokor perak dengan penerapan motif kekarangan dan pepatran.
Gb. 30. Payung pagut merupakan alat perlengkapan upacara agama dipergunakan pada saat odalan ditempatkan dihalaman pemrajan atau pura. Pengembangan kerajinan kelonsong peluru ini bermula dari pesanan Pimpiman Angkatan Laut Indonesia Yus Sudarso, yang membawakan I Nyoman Sekar kelonsong peluru agar diolah menjadi barang kerajinan untuk hiasan ruang tamunya. Hal hasil produk kerajinan ini direspon pasar baik lokal, nasional, dan internasional, sehingga kegiatannya dalam menatah bokor untuk sementara waktu dihentikan dan memusatkan perhatiannya pada tatah kelongsong peluru. Pesanan tersebut bukan hanya satu dua, namun hingga empat biji kelongsong peluru, dengan ukuran kaliber 105 mm, ukuran kaliber 100 mm, kaliber 76 mm dan kaliber 70 mm. Kerajinan yang dibuat dari plat kuningan dalam berbagai bentuk antara lain : nare, bokor kuningan, vas bunga, guci dan lain-lain. Kreativitas pak Sekar ini diwarisi oleh anak-anaknya dan masyarakat lingkungan sekitarnya yang sampai saat ini masih tetap tekun dengan profesinya sebagai perajin kuningan. Macam jenis produk kerajinan dengan media kelonsong peluru dan kuningan seperti gambar di bawah.
Gb. 31.32. Bokor, guci, pas bunga dari kuningan
Gb. 33.34. Guci panel sebagai hiasan ruang tamu
Dalam proses produksi kerajinan tersebut di atas, memerlukan kesabaran, ketekunan dan keuletan serta kreativitas, sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai estetis. Tehnik
Gb.35. Beranekaragam bentuk Guci
Gb. 36. Panel berbentu Garuda sebagai hiasan ruang tamu
pengerjaannya tidak jauh berbeda dengan teknik membuat bokor, nare, wanci dan yang lainnya.
Proses pembuatannya diawali dengan cara memanaskan kelongsong di atas bara api untuk memperoleh kelenturan, dilakukan hingga kelongsong lunak dan kelihatan berwarna merah ”
Medon Endong”, yang kemudian dibentuk sesuai dengan desain dengan rencangan desain dengan teknik dipukul/pemukulan (mentengin).
Proses pembentukkan kelongsong peluru ini dibantu dengan sebuah alat berupa As mobil yang berbentuk L. Pembentukan ini merupakan proses pembentukan kelongsong peluru secara global. Dilanjutkan dengan proses pemanasan yang bertujuan untuk menghilangkan bekas-bekas pukulan. Langkah berikutnya, kelongsong peluru diisi dengan getah meranti (kedalam kelongsog peluru). Pengisian getah meranti pada tabung kelongsong peluru bertujuan untuk menahan pukulan dari bagian luar, pada saat penatahan membuat pola ukiran, sehingga bentuk dasar dari kelongsong peluru tidak penyot/rusak.
Apabila ukiran telah terbentuk, dilanjutkan dengan proses pembakaran kembali untuk menghilangkan getah meranti atau malam. Kemudian kelongsong peluru dibersihkan dengan menggunakan sikat yang khusus digunakan untuk membersihkan pada saat proses finishing.
Agar hasilnya benar-benar bersih perlu dilakukan perebusan dengan bahan bantu portas yang memiliki fungsi sebagai pembersih hasil tatahan, agar tatahan tidak kelihatan kotor oleh bekas getah meranti.
Selain portas, juga menggunakan asem untuk menghilangkan sisa-sisa/ bekas getah meranti. Asem merupakan bahan pembersih melalui proses pencucian. Kalau dilihat dari proses produksi ternyata sangat rumit, serta memerlukan waktu yang cukup lama. Namun demikan tidak mengurangi minat dan niat perajin untuk terus memproduksi produk tersebut. Karena masyarakat ingin melestarikan dan mengembangkan apa yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Demikian juga dalam proses membuat bokor berukir dari campuran perak dan
tembaga, keunikan nampak, ketika penerapan ornamen dengan berbagai kreasinya yang mengindikasikan kreativitas perajin di daerah ini sangat tinggi.
TINJAUAN GEOGRAFIS DAERAH BALI
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.